Kepastian Hukum Hak Atas Tanah: Pelajaran dari Kekalahan Perkara Pertanahan di Pengadilan
DOI:
https://doi.org/10.53686/jp.v11i2.111Keywords:
perkara pertanahan, sertipikat hak atas tanah, kepastian hukumAbstract
ABSTRAK
Upaya mengurangi adanya kekalahan perkara pertanahan dalam pengadilan dilakukan dalam rangka peningkatan kepastian
hukum hak atas tanah. Tujuan dalam tulisan ini adalah menjawab rumusan masalah dengan pendekatan kualitatif mengenai
1) apa penyebab terjadinya kekalahan perkara pertanahan dalam persidangan, dan 2) bagaimana upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya kekalahan perkara pertanahan. Penyebab perkara pertanahan yang mengalami kekalahan
di pengadilan dapat dibedakan menjadi 8 (delapan) pokok penyebab perkara, yakni 1) tumpang tindih kepemilikan sertipikat,
2) adanya putusan pengadilan perdata, 3) terdapat cacat prosedur, 4) ketidaksesuaian data yuridis, 5) putusan fiktif negatif dan positif,
6) sengketa waris, 7) keterkaitan dengan tata ruang, dan 8) adanya putusan pengadilan pidana. Upaya untuk mencegah
terjadinya kekalahan perkara pertanahan dalam rangka peningkatan kepastian dan hukum hak atas tanah adalah
1) peningkatan peraturan tentang rechtsverwerking pendaftaran tanah menjadi undang-undang, 2) optimalisasi partisipasi
masyarakat untuk validasi data pertanahan melalui berbagai sarana atau platform, 3) penambahan ketentuan tentang iktikad
baik dalam menguasai tanah dengan sanksi yang lebih terukur untuk tanah hak yang ditelantarkan, 4) peningkatan quality
control hasil pengukuran dan pemetaan yang dilakukan oleh pihak swasta, 5) pembaharuan SOP (standar operasional
prosedur) pendaftaran tanah, 6) penguatan portofolio panitia pemeriksa tanah sebagai bagian dari proses pendaftaran tanah,
7) penerapan prinsip fiktif positif untuk mengatasi “status quo” perkara pendaftaran tanah, 8) peningkatan sinergi pengelolaan
ruang di atas penguasaan tanah, dan 9) penerbitan alas hak atas tanah dengan adanya sidik jari atau dengan identitas unik
lainnya.
Kata kunci : perkara pertanahan, sertipikat hak atas tanah, kepastian hukum
ABSTRACT
The efforts to reduce land cases defeat in court are carried out in the context of increasing legal certainty of land rights. The
purpose of this paper is to answer the problem formulation with a qualitative approach regarding 1) what are the causes of
the defeat of land dispute in the court, and 2) what efforts can be made to prevent the defeat of land disputes. The causes of
land cases defeat in the court can be divided into 8 (eight) main causes, namely 1) overlapping certificate ownership, 2) civil
decisions, 3) procedural defects, 4) juridical data incompatibility, 5) negative and positive fictitious decisions, 6) inheritance
disputes, 7) spatial planning context, and 8) criminal decisions. The efforts to prevent the defeats of land cases in the context
of increasing certainty and legal land rights are 1) increasing regulations regarding rechtsverwerking of land registration into
law; 2) optimizing community participation for land data validation through various means or platforms; 3) adding conditions
about good intention ofcontrolling land along with more measurable sanctions for abandoned land; 4) improving the quality
control of the measurement and mapping results carried out by the private sector; 5) renewing of SOP (Standard Operational
Procedure) for land registration; 6) strengthening the portfolio of the Land Examiner Committee as a part of the land registration
process; 7) applying the positive fictitious principles to overcome the “status quo” of land registration cases; 8) increasing the
synergy of spatial management over land tenure; and 9) issuing the land rights with fingerprints or other unique identities.
Keywords : land dispute, certificates of land rights, legal certainty
References
Ash-Shabuni, M. A. (1994). Hukum Waris Terjemahan
Abdul Hamid Zahwan (31). Solo: CV.
Pustaka Mantiq.
Ganindra, D.D. (2016). Perlindungan Hukum Bagi
Pihak yang Menguasai Tanah dan/atau
Bangunan dengan Iktikad Baik dalam
Perspektif Hukum Pertanahan dan Hukum
Perdata. Skripsi Thesis, Universitas
Aerlangga, Surabaya.
Gayatri, S. & Suryani. (2007). Pembatalan Sertifikat
Hak Milik Atas Tanah Akibat Cacat
Administrasi. Jurnal Analogi Hukum, 3 (1)
(2021), 79–83.
Hadisiswati, I. (2014). Kepastian Hukum dan
Perlindungan Hukum Hak Atas Tanah.
AHKAM, 2(1), 118-147.
Harsono, B. (2003). Hukum Agraria Indonesia
Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria. Jakarta: Djambatan (24).
Jumiati. (2005). “Kajian Hukum tentang
Kewajiban Melekatkan Sidik Jari
Penghadap pada Minuta Akta Notaris terkait
Perubahan Pasal 16
ayat (1) huruf C Undang-Undang Jabatan
Notaris” http://hukum.studentjournal.ub.ac.
id/index.php/hukum/article/view/1381,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. (2014
– 2018). Laporan Penelitian Survei
Kepuasan Masyarakat terhadap Layanan
Pertanahan. Jakarta: Puslitbang,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN,
– 2018).
Kementerian PPN/Bappenas. (2016). Kajian
Persiapan Perubahan Sistem Pendaftaran
Tanah Publikasi Positif di Indonesia.
Jakarta: Direktorat Tata Ruang dan
Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas.
Laksamana, R. (2018). Konstruksi Anggapan
Pelepasan Hak (Rechtsverwerking)
dalam Pendaftaran Tanah Untuk Mencpai
Kepastian Hukum. Disertasi. Surakarta:
Program Studi Doktor Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS).
Lubis, M. & Lubis, A. R. (2012). Hukum Pendaftaran
Tanah, Edisi Revisi. Bandung: Mandar
Maju.
Naufal M., Rio A.A., & Reko D.S. (2018). Kepastian
Hukum Bagi Para Pihak Pemegang Surat
Tanda Bukti Atas Tanah Berupa Sertipikat
Hak Milik Ditinjau Dari Hukum Agraria.
Jurnal Hukum Progresif, 8 (1), 2028 –
Norra, A.A. (2020). Pertentangan Norma Fiktif Negatif
dan Fiktif Positif serta Kontekstualisasinya
Menurut Undang-undang Administrasi
Pemerintahan. Jurnal Hukum Peratun, 3
(2), 141 – 153.
Parsaulian, A.P., & Sudjito. (2019). Masalah
Tumpang Tindih Sertipikat Hak Milik atas
Tanah di Kota Banjarbaru (Putusan nomor:
/G/2014/PTUN.BJM). Jurnal Bhumi:
Jurnal Agraria dan Pertanahan, 5 (1).
Puspasari, S. & Sutaryono. (2017). Integrasi Agraria,
Pertanahan, dan Tata Ruang: Menyatukan
Fungsi Tanah dan Tata Ruang. Yogyakarta:
STPN Press.
Ramadhani, R. (2017). Jaminan Kepastian Hukum
yang Terkandung dalam Sertipikat Hak
Atas Tanah. De Lega Lata, Januari – Juni
(1), 139-157.
Rahman, A., Asyhadie, Z., Andriyani, S. & Mulada,
D.A. (2020). Pendaftaran Tanah Warisan
yang Belum Dibagi Waris. Jurnal Kompilasi
Hukum, 5(1), 2-14.
Republik Indonesia. (1997). Pemerintah No. 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Nomor
Tahun 2009 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Republik Indonesia. (2014). Undang-undang Nomor
tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
Republik Indonesia. (2015). Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 5 Tahun 2015 tentang
Pedoman Beracara untuk Memperoleh
Putusan Atas Penerimaan Permohonan
Guna Mendapatkan Keputusan dan/
atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan.
Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018
tentang Pendaftaran tanah Sistematis
Lengkap.
Santoso, U. (2010). Pendaftaran dan Peralihan Hak
atas Tanah. Jakarta: Prenadamedia Group.
Susanto, B. (2014). Kepastian Hukum Sertipikat
Hak Atas Tanah Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Jurnal
Ilmu Hukum, 10 (20), 76 – 82.
Sepud, I.M. (2016). Aspek Pidana dalam Pendaftaran
Hak Atas Tanah. Jurnal Notariil, 1(1), 69 –
Syarifah & Hanim, L. (2017). Kepastian Hukum
dalam Penyelesaian Sengketa Timbulnya
Tumpang Tindih Sertipikat Hak Milik
(SHM) Atas Tanah (Studi Kasus Di Kantor
Pertanahan/Agraria Dan Tata Ruang Kota
Pontianak). Jurnal Akta, 4 (1), 33 – 36.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2021 Jurnal Pertanahan

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Copyright @2021. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial use, distribution, and reproduction in any medium.